Puluhan Hektar Tanah Bengkok Disewakan, Pemkab Malang Belum Terima Pendapatan Daerah
- calendar_month Kam, 23 Okt 2025

Koordinator Badan Pekerja ProDesa Malang Ahmad Kusaeri
Peweimalang.com, Kabupaten Malang – Kabupaten Malang salah satu bagian dari Provinsi Jawa Timur (Jatim) yang memiliki wilayah cukup luas, jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Jatim ini. Sehingga dengan luasnya wilayah itu, maka terdapat 378 Pemerintah Desa (Pemdes), ditambah 12 Kelurahan, yang tersebar di 33 kecamatan. Selain itu juga, ada beberapa Pemdes yang beralih status menjadi Kelurahan. Salah satunya Desa Dampit, Kecamatan Dampit, yang beralih status menjadi kelurahan, pada tahun 2015 silam.
Dan untuk saat ini, Desa Dampit memiliki banyak potensi yang dikembangkan untuk pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Malang, yang meliputi sektor pertanian diantaranya menghasilkan kopi robusta, singkong, pisang, dan lain-lain. Selain itu juga terdapat wisata alam air terjun, seperti Coban Kincir, Coban Tombhu, Coban Pletes, Coban Pandawa, serta sumber air Umbulan Umbulrejo yang mengalir hingga wilayah Kecamatan Turen), wisata edukasi Perkebunan kopi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan wisata budaya, karena ada beberapa desa masih menjunjung tinggi nilai tradisional, seperti Desa Rembun.
Menurut, Koordinator Badan Pekerja ProDesa Malang Ahmad Kusaeri, Kamis (23/10), kepada peweimalang.com, bahwa Kelurahan Dampit tersebut terkenal dengan hasil perkebunannya sejak jaman kolonial Belanda, yang mana mempunyai wilayah seluas 13.000 hektar. Sedangkan dari luasan tersebut, 54 hektar diantaranya adalah tanah bengkok atau tanah kas desa. Sehingga dari sekian desa di wilayah Malang Selatan yang mempunyai tanah bengkok dengan jumlah yang luas, dan ditambah lagi mempunyai tanah bengkok di desa tetangganya, yakni di Desa Baturetno seluas 2 hektar dan di Desa Srimulyo seluas 2 hektar, sehingga total tanah bengkoknya seluas 58 hektar.
Dari luasan aset yang kini menjadi aset Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang, lanjut dia, sampai tahun 2025 ini belum ada pendapatan daerah yang diterima sejak tahun 2019. Namun, penerimaan pendapatan atas tanah eks bengkok tersebut sudah memakan tumbal sebanyak 6 orang pejabat yang digelandang oleh Aparat Penegak Hukum (APH), karena kasus dugaan penyelewengan penerimaan negara yang dihasilkan dari hasil pengelolaan atau sewa tanah eks tanah bengkok.
“Info yang kami dapatkan, bahwa terhitung mulai tahun 2019 sampai kini belum ada lagi penerimaan daerah,” paparnya.
Kusaeri juga menyebutkan, tanah seluas 58 hektar itu jika dihitung sesuai harga pasaran, sewa pertahun perhektarnya mencapai Rp 20 juta. Sehingga dalam satu tahunnya, penerimaan daerah mencapai Rp 1.260.000.000. Dan jika dihitung selama 7 tahun dari tahun 2019 sampai tahun 2025 ini, maka potensi penerimaan daerah mencapai Rp 8.120.000.000. Dari catatan yang kami miliki sesuai di lapangan, tanah milik Pemkab Malang seluas 58 hektar, dan tanah itu juga dikerjakan puluhan orang petani penggarap.
“Kami berharap kepada Pemkab Malang (eksekutif) maupun legislatif untuk ikut serta aktif dalam meningkatkan dan upaya maksimalisasi penerimaan daerah selain pajak,” pintahnya.
Selain itu, dirinya juga berharap sebaiknya hal ini dibahas secara khusus di meja DPRD Kabupaten Malang. Karena jika ini dibiarkan, maka potensi penerimaan daerah dari aset yang dimilikinya tidak akan dapat dihasilkan.
“Merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, salah satunya disebutkan bahwa bilamana aset tersebut disewakan, maka hasil sewa atas tanah tersebut harus dimasukan ke kas daerah,” pungkas Kusaeri.(*).
- Penulis: Redaksi
- Editor: PWI Malang Raya

















Saat ini belum ada komentar