Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » Ekonomi » Beras Kabupaten Malang Tak Dipoles, Kurang Diminati Pasar Lokal

Beras Kabupaten Malang Tak Dipoles, Kurang Diminati Pasar Lokal

  • calendar_month Ming, 14 Sep 2025

Peweimalang.com, Kabupaten Malang – Kualitas beras yang diproduksi petani di Kabupaten Malang kurang diminati pasar. Hal ini disebabkan terkait warnanya kusam yang kurang menarik, karena tidak berkelip atau kurang putih, sehingga beras yang kurang putih dianggap kurang berkualitas. Padahal, beras yang kelihatan kusam itu masih original, karena belum dipoles.

Sementara, produksi beras di Kabupaten Malang selalu surplus dalam setiap tahunnya. Sehingga Kabupaten Malang ini merupakan salah satu daerah lumbung beras penting di Jawa Timur (Jatim). Namun, berdasarkan data produksi padi tahun 2024, Kabupaten Lamongan adalah penghasil padi terbanyak, diikuti oleh Kabupaten Ngawi, lalu Kabupaten Bojonegoro.

Berdasarkan data Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Kabupaten Malang. diungkapkan Kepala Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Kabupaten Malang Mahila Surya Dewi, Minggu (14/9), kepada wartawan, bahwa persediaan beras di Kabupaten Malang hingga awal Agustus 2025 mencapai 189.200 ton beras. Dan ditambah stok beras bulan Juni 2925 severat 65.704 ton. Sehingga sampai akhir Agustus lalu masih ada 254.904 ton. Beras, tapi kebutuhannya hanya 184.162 ton, sehingga surplus mencapai 70.742 ton beras.

“Beras dari petani lokal sebenarnya termasuk premium. Jika dimasak, tekstur nasinya pulen dan rasanya enak,” ujarnya.

Namun, kata dia, warna berasnya sedikit kusam, karena hal itu belum ada kelompok tani yang memiliki mesin kebi (polisher beras). Sehingga pemasarannya masih kalah dengan beras produksi pabrik. Karena ada beberapa merk beras dari kota lain berisi beras dari Kabupaten Malang. Sementara, hasil panen beras dari petani lokal biasanya dijual ke luar kota. Sedangkan di kota lain tersebut dipoles kembali, sehingga secara visual lebih putih, yang selanjutnya dikemas dan dipasarkan kembali di Kabupaten Malang. Untuk itu, saat Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) tahun 2025 ini, pihaknya akan mengusulkan pengadaan mesin kebi.

Mesin kebi tersebut, tegas Mahila, nantinya akan diletakkan di salah satu Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di wilayah Kecamatan Singosari. Dan untuk harga mesinnya sebesar Rp 185 juta-Rp 250 juta, dan instalasi termasuk listriknya bisa lebih dari Rp 100 juta. Sedangkan untuk pengadaan mesin kebi ini dibiayai oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang. Namun, utuk instalasi listriknya akan menjadi tanggung jawab Gapoktan. Oleh karena itu, pihaknya harus benar-benar memastikan bahwa penerima mesin sudah siap.

“Untuk saat ini, ada satu Gapoktan yang memiliki mesin kebi, yakni Gapoktan Amarta Padi yang ada di wilayah Kecamatan Sumberpucung,” jelasnya.

Dikatakan, mesin kebi yang dimiliki Gapoktan tersebut merupakan wujud Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI). Sehingga dengan adanya mesin tersebut, maka diharapkan nantinya kualitas beras lokal akan semakin baik. Sehingga dengan adanya mesin kebi, tentunya akan bisa membantu petani agar beras yang diproduksinya bisa bersaing dengan beras-beras dari daerah lain. Karena sama-sama putih untuk menarik pembeli lokal.

“Dengan begitu, dirinya berharap bisa memotong rantai distribusi beras, sehingga beras bisa langsung diolah oleh petani di Kabupaten Malang,” tandas Mahila.

  • Penulis: Redaksi
  • Editor: PWI Malang Raya

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

expand_less