Mosstone Garden, Galeri Seni Pahat di Kota Batu yang Tembus Pasar Internasional
- calendar_month Rab, 13 Agu 2025

Beberapa kerajinan pahat karya Tomy Ade. (Dafa)
Peweimalang.com, Kota Batu – Di sebuah gang kecil di Perkampungan UMKM Rejoso, Kota Batu, tersembunyi galeri seni bernuansa alami yang memikat mata. Dikelilingi rimbun tanaman hias dan ornamen batu, tempat itu diberi nama Mosstone Garden oleh pendirinya, Tomy Ade. Setiap sudut galeri memancarkan keindahan dan ketenangan, seakan mengajak pengunjung menikmati harmoni antara seni dan alam.
Di ruang yang tidak terlalu luas itu, Tomy menghabiskan hari-harinya memahat batu bata bekas dari limbah bangunan. Dengan keterampilan tangan, ia menciptakan karya yang menyerupai relief candi hingga dekorasi batu berbagai bentuk.
Mosstone Garden mulai dirintis pada 2010. Saat itu, Tomy memutuskan meninggalkan pekerjaannya sebagai guru seni budaya di sebuah sekolah swasta di Kota Malang. Dengan tekad kuat, ia memilih terjun penuh di dunia home decor dan garden decor.
“Lebih bisa bebas dan punya banyak waktu untuk menuangkan ide-ide dalam karya,” ujarnya saat ditemui wartawan, Rabu (13/8/2025).
Ia mempertahankan teknik manual seni pahat dalam setiap proses produksi. Menurut lulusan Universitas Negeri Malang ini, pahatan tangan memberikan sentuhan personal dan kesan eksklusif yang tidak bisa disamakan dengan produk pabrikan.
“Teknik pahat meninggalkan kesan unik dan berbeda dibanding produk lain,” ungkapnya.
Kemampuan tersebut membuat karyanya diminati pelanggan, bahkan hingga mancanegara. Produk Mosstone Garden pernah dipesan pembeli dari Prancis dan Portugal.
Pencapaian ini tak lepas dari pemanfaatan media sosial yang efektif menjangkau konsumen potensial. Ia juga aktif mengikuti berbagai pameran, mulai dari Bali, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, hingga Kota Batu.
Karya Penuh Cerita dan Ramah Lingkungan
Tomy memegang teguh prinsip Memayu Hayuning Bawana, yakni menciptakan karya yang ramah lingkungan. Salah satu wujud nyatanya adalah memanfaatkan limbah pengrajin di Kampung Rejoso sebagai bahan baku. Limbah tersebut didaur ulang menjadi karya seni bernilai tinggi.
Setiap karyanya tak hanya memanjakan mata, tetapi juga mengandung cerita. Salah satunya adalah “Tebing Ganesya”, yang menggabungkan keindahan alam dengan mitologi Hindu. Karya ini bercerita tentang tebing yang terkikis erosi, membentuk aliran air alami, dengan relief Ganesya di tengahnya sebagai simbol kebijaksanaan. Karya tersebut berhasil memikat hati seorang pelanggan asal Prancis.
Ia juga pernah membuat replika tebing sungai berukuran 2×10 meter untuk salah satu pelanggan. Karya ini menciptakan ilusi optik yang menawan, terinspirasi dari kenangan masa kecil sang pemilik rumah yang sering diajak bermain di sungai oleh ayahnya.
Mengedukasi Generasi Muda
Meski tak lagi mengajar di sekolah, semangat Tomy berbagi ilmu tak pernah padam. Setiap minggu, ia mengajak anak-anak SD dan SMP di lingkungan sekitar untuk belajar bersama di galeri. Tujuannya, mengasah kreativitas sekaligus mengurangi ketergantungan anak pada gawai.
Selain mengajarkan seni pahat, Tomy juga menanamkan mental wirausaha agar generasi muda mampu berkreasi dan berinovasi. Ia ingin anak-anak tidak sekadar menjadi pengikut, tetapi mampu menjadi pencipta tren.
“Buat generasi muda, ini era bersaing. Jangan terus menerus jadi follower, usahakan juga menjadi trendsetter,” pesannya.
Melalui Mosstone Garden, Tomy tak hanya menghasilkan karya seni bernilai tinggi, tetapi juga membangun warisan inspiratif bagi masyarakat. Perpaduan antara kreativitas, kepedulian lingkungan, dan dedikasi pada pendidikan membuat galeri ini menjadi contoh nyata bagaimana seni bisa membawa perubahan positif, dari kampung kecil di Kota Batu hingga panggung internasional.
- Penulis: Dafa Pratama
- Editor: PWI Malang Raya
Saat ini belum ada komentar