SPBI Suarakan Pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang Tentang TNI
- calendar_month Kamis, 1 Mei 2025

Para perwakilan buruh saat melakukan aksi May Day yang dipusatkan di depan Monumen Tugu Kota Malang, menuntut kepada pemerintah mencabut UU Cipta Kerja dan UU tentang TNI. (Foto: Istimewa)
Peweimalang.com, Kota Malang – Hari Buruh Internasional (May Day) selalu diperingati para buruh di Indonesia, bahkan para buruh seluruh dunia, pada 1 Mei, yang mana selalu menyuarakan aspirasinya, salah satunya masih ada perlakuan ketidakadilan perusahaan atau ketidak keberpihakan kepada buruh. Bahkan, Pemerintah Indonesia hingga saat ini juga tidak memiliki keberpihakan yang nyata kepada buruh.
Salah satunya adalah upah murah, perusahaan sangat mudah melakukan Putus Hubungan Kerja (PHK) terhadap buruh dengan pesangon rendah, perlindungan hukum yang sangat lemah, massifnya kerja kontrak, dan outsourcing adalah palu godam yang setiap hari menghantam buruh tanpa henti. Sehingga secara substansi para buruh di Indonesia pada umumnya tetap bagian dari kelompok masyarakat yang miskin dan rentan.
“Dengan diundangkannya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang diprotes secara keras dan luas oleh seluruh buruh, karena sikap vulgar Pemerintah Indonesia yang memanjakan investasi dengan cara menindas dan memiskinkan buruh,” papar Sekretaris Jenderal Komite Pusat Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) Fatkhul Khoir, Kamis (1/5), dalam rilisnya.
Menurutnya, surga bagi investasi dan neraka bagi buruh, situasi inilah yang dikehendaki rezim Presiden Republik Indonesia (RI) Ke 7 Joko Widodo dan dan Prabowo Subianto, yang kini menjabat Presiden RI. Dan hingga saat ini buruh masih miskin, lemah, dan mudah dikendalikan. Sehingga situasi yang semacam inilah yang saat ini dikehendaki Pemerintah Indonesia.
Pemerintah Indonesia telah lupa bahwa dalam tradisi demokrasi di seluruh dunia, gerakan buruh yang kuat adalah fondasi bagi demokrasi yang sejati, dan buruh yang lemah adalah alarm melemahnya sistem demokrasi di Indonesia.
“Tahun lalu, Pemilihan Presiden (Pilpres), yang mana Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden, Periode 2025-2030. Namun, dalam kepemimpinannya hingga saat ini Presiden Prabowo masih membawa nafas militerisme dalam atmosfer demokrasi di Indonesia,” ujarnya.
Fatkhul menegaskan, Presiden Prabowo masih dengan cara-cara yang jauh dari prinsip akuntanbilitas UU TNI direvisi untuk melegitimasi peran tentara dalam administrasi sipil. Sehingga hal ini sebagai alarm ancaman bagi supremasi sipil dan bercokolnya kembali militerisme di Indonesia. Tentunya, hal ini sekaligus juga sebagai ancaman akan datanganya represi militer kepada gerakan buruh, hal yang pernah sudah terjadi pada masa era orde baru (orba).
Oleh Karena itu, dalam May Day 2025 ini, maka SPBI mendesak Pemerintah Idonesia, dan ada da hal yang harus direvisi. Pertama, Cabut UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Kedua, Cabut UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang perubahan UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.
“Tuntutan SPBI tersebut muncul karena adanya kekhawatiran mengenai dampak negatif kedua UU itu terhadap hak-hak buruh dan potensi regresi demokrasi. Dan desakan pencabutan kedua UU tersebut juga dilatarbelakangi oleh berbagai aspek,” paparnya. (chn)
- Penulis: PWI Malang Raya
Saat ini belum ada komentar