Rektor UIN Malang Anugerahkan Gelar Bapak Ekoteologi untuk Menteri Agama Nasarudin Umar
- calendar_month Sab, 18 Okt 2025

Menteri Agama (Menag) RI, Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar yang mendapat anugerah sebagai Bapak Ekoteologi Indonesia dari UIN Malang. (Foto: UIN Malang)
Peweimalang.com, Kota Malang – Rektor UIN Malang, Prof. Dr. Ilfi Nur Diana, M.Si, menganugerahkan gelar Bapak Ekoteologi Indonesia untuk Menteri Agama (Menag) RI, Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar.
Penganugerahan tersebut bukan sekadar penghargaan, tetapi pengakuan atas gagasan besar sang Menteri yang telah menanamkan nilai iman dalam bentuk paling nyata: menjaga bumi sebagai ibadah.
Dalam banyak kesempatan, Prof. Nasaruddin Umar berbicara tentang ekoteologi, konsep yang mengaitkan teologi dengan tanggung jawab ekologis. Ia menegaskan bahwa alam bukan sekadar sumber daya, tetapi ayat-ayat Tuhan yang hidup.
“Jika manusia membaca Al-Qur’an, ia juga harus belajar membaca pohon, sungai, udara, dan tanah—karena semua itu adalah tanda-tanda kebesaran-Nya,” ujar Prof Nasarudin.
Konsep ini kini bukan hanya teori, tetapi sudah berwujud gerakan nasional. Kementerian Agama mewajibkan setiap calon ASN (CPPPK) menanam pohon sebelum pelantikan. Sebuah simbol sederhana namun penuh makna bahwa menjadi aparatur bukan hanya soal jabatan, tetapi soal pengabdian spiritual terhadap bumi.
Gerakan menanam pohon menjadi napas baru bagi lembaga pendidikan keagamaan di Indonesia. Di madrasah dan pesantren, anak-anak belajar bahwa merawat pohon adalah bagian dari ibadah.
Setiap lubang tanah yang digali bukan hanya untuk bibit, tetapi untuk harapan—bahwa generasi penerus Islam tumbuh dengan akhlak hijau, berjiwa khalifah, dan berhati penyayang terhadap ciptaan Tuhan.
Menurut Rektor UIN Malang Prof Ilfi Nur Diana, Menteri Agama Nasaruddin Umar telah memberi contoh bagaimana iman harus membumi. Ia menanam teologi di tanah, bukan hanya di kepala. Itulah sebabnya pihak UIN Maliki Malang menobatkannya sebagai Bapak Ekoteologi Indonesia.
“Penobatan ini sejalan dengan semangat kampus untuk melahirkan insan beriman yang mencintai bumi sebagaimana mencintai Alloh Subhana Wat Ta’ala,” ungkap Rektor UIN Malang.
Di tengah ancaman perubahan iklim dan krisis lingkungan global, gagasan ekoteologi menjadi oase spiritual. Ia mengingatkan bahwa bumi bukan milik manusia, tetapi titipan yang harus dijaga. Dalam konsep ini, menanam pohon berarti menanam amal jariyah, yang terus tumbuh meski manusia telah tiada.
“Kami ingin mahasiswa UIN Malang berpikir hijau, beramal hijau, dan berperilaku hijau. Gerakan ekoteologi ini bukan hanya gerakan lingkungan, tapi gerakan peradaban. Sebuah peradaban hijau yang lahir dari iman,” tambah Ilfi.
Dengan semangat kolaboratif lintas agama, Kementerian Agama menggandeng Kementerian Lingkungan Hidup, ormas keagamaan, dan lembaga pendidikan. Sebab menjaga bumi adalah misi kemanusiaan yang tak mengenal batas iman.
Penobatan ini menegaskan bahwa iman sejati bukan hanya yang terucap dalam doa, tapi juga yang tumbuh dalam tanah. Setiap pohon yang ditanam adalah doa yang berdaun, zikir yang berakar, dan pengabdian yang berbuah.
Ekoteologi bukan hanya wacana kampus atau kebijakan kementerian, melainkan panggilan nurani, bahwa mencintai Tuhan harus disertai mencintai bumi-Nya.
Maka dari kampus UIN Malang inilah, pesan itu bergaung: menanam satu pohon sama dengan menanam satu harapan untuk masa depan umat dan semesta. Ketika banyak orang sibuk membangun gedung, Menag RI mengajak bangsa ini membangun kesadaran ekologis berbasis iman.
Selain itu ketika banyak orang bicara tentang perubahan dunia, UIN Malang menunjukkan bahwa perubahan sejati bisa dimulai dari satu langkah kecil yakni dengan menanam pohon dengan hati yang bersyukur.
- Penulis: Redaksi
- Editor: PWI Malang Raya

















Saat ini belum ada komentar