Geradin Nilai Aturan Tender di Kota Malang Tidak Sesuai Perpres No.46 Tahun 2025
- calendar_month Rab, 13 Agu 2025

Foto ilustrasi LPSE
Peweimalang.com, Kota Malang – Gerakan Advokat Indonesia (Geradin) Kota Malang menilai proses tender pengadaan barang dan jasa di Kota Malang tidak sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025, perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Pasalnya, dalam proses tender proyek tersebut ada persyaratan tambahan yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip keadilan, dan berpotensi mempersempit ruang kompetisi.
Ketua Bantuan Hukum (Bankum) Gerakan Advokat Indonesia (Geradin) Kota Malang Erha Suud Abdullah mengatakan, dalam proses tender pengadaan barang dan jasa di Kota Malang dinilai tidak sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025, perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Sebab, ada kebijakan terbaru yang dianggap diskriminatif dan berpotensi mempersempit ruang kompetisi.
“Dalam dokumen kompetisi mini konstruksi, disebutkan pemenang tender harus memiliki pengalaman membangun jalan di wilayah Malang Raya. Syarat ini jelas membatasi, bahkan mendiskriminasi kontraktor dari luar daerah yang sebenarnya memiliki kualifikasi setara atau lebih baik,” ucapnya, saat dikonfirmasi awak media, Rabu (13/8/2025).
Menurut Erha, pada dokumen tender konstruksi nomor 0013.2/316.1/PPK/35.73.412/2025 serta Surat Edaran Nomor 3/SEDB2025, yang mengacu pada Perpres Nomor 46 Tahun 2025 – perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, disampaikan bahwa evaluasi kinerja penyedia barang dan jasa hanya diatur ‘paling sedikit’ tanpa membatasi pengalaman di wilayah tertentu.
“Proses tender itu ada persyaratan yang dinilai memberatkan bagi sebagian kontraktor, seperti saldo minimal 40 persen dari HPS di rekening yang didaftarkan. Kalau ada persyaratan yang terlalu spesifik dan bersifat lokal seperti ini, jelas bertentangan dengan Pasal 44 ayat 9 Perpres 46 Tahun 2025. Ini mengganggu prinsip persaingan sehat dan keterbukaan,” jelasnya.
Tak hanya itu, regulasi soal distribusi bahan aspal juga turut disoroti. Sebab di dalamnya, terdapat klausul yang menyebut bahwa asphalt mixing plant (AMP) harus berjarak maksimal 10 kilometer dari lokasi pekerjaan.
Menurutnya, hal tersebut justru bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang ada. Ia khawatir bahwa aturan tersebut justru cenderung mengarah pada monopoli.
“Seharusnya kan yang penting kualitas aspalnya saat datang itu dalam kondisi yang bagus dan sesuai spesifikasi. Terutama tidak menghambat pekerjaan,” jelasnya.
Erha lantas mendesak agar Pokja (Kelompok Kerja) pengadaan segera melakukan peninjauan kembali terhadap aturan tersebut, demi memastikan proses tender di Kota Malang berjalan transparan, adil, dan terbuka bagi semua pihak.
“Karena seharusnya, ini bisa berlangsung dengan sangat terbuka, bukan dengan batasan yang justru cenderung mengarah pada monopoli,” pungkasnya.
- Penulis: Toski
- Editor: PWI Malang Raya
Saat ini belum ada komentar