Dinding di Griya Shanta Dibongkar, APP: Ini Arogansi
- calendar_month 0 menit yang lalu

Warga mengerumuni tembok pembatas RW 12 dengan RW 9 Perumahan Griya Shanta yang dirobohkan orang tak dikenal. (Toski)
Peweimalang, Kota Malang – Dinding pembatas wilayah RW 12 dengan RW 9, yang berada di Perumahan Griya Shanta, Kelurahan Mojolanggu, Kecamatan Lowokwaru, tampaknya dibongkar puluhan orang tak dikenal, Kamis (18/12/2025) siang.
Pembongkaran dinding yang dilakukan oleh puluhan orang yang tergabung dalam Aliansi Pro Publik bersama warga Mojolanggu tersebut dilakukan dari sisi barat, sehingga tidak diketahui oleh warga.
Warga baru mengetahui setelah tembok itu jebol dan roboh ke arah perumahan. Padahal polemik dinding pembatas tersebut saat ini masih dalam proses hukum.
Aksi itu dilakukan lantaran pihak RW 12 Perumahan Griya Shanta dinilai terus memicu persoalan dengan membangun ulang lapisan tembok yang saat ini masih dalam pemeriksaan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang dan belum memiliki putusan berkekuatan hukum tetap.
Koordinator Aliansi Pro Publik, Ardany Malikal Fauzan, menyebut pembangunan ulang tembok sebagai bentuk pembangkangan terhadap proses hukum sekaligus pengabaian terhadap kepentingan masyarakat luas.
“Ini bukan sekadar tembok. Ini soal arogansi. Ketika proses hukum masih berjalan, tapi di lapangan justru dilakukan manuver fisik yang berdampak langsung ke publik,” katanya, Jumat (19/12/2025)
Aliansi Pro Publik menilai keberadaan tembok tersebut selama ini menutup akses jalan yang berpotensi mengurai kemacetan di kawasan Mojolanggu dan sekitarnya. Dampaknya, masyarakat luas harus menanggung beban kepadatan lalu lintas setiap hari.
“Yang dikorbankan bukan hanya warga sekitar, tapi ribuan pengguna jalan. Kepentingan pribadi tidak bisa diletakkan di atas kepentingan publik,” lanjutnya.
Pasca-perobohan, massa mendesak Pemerintah Kota Malang untuk turun tangan secara serius. Mereka meminta agar tidak ada lagi upaya pembangunan ulang tembok sebelum sengketa hukum benar-benar tuntas.
Dalam pernyataan sikapnya, Aliansi Pro Publik mendesak Wali Kota Malang melakukan pengawasan ketat di lokasi. Memastikan jalur tersebut tetap berfungsi sebagai akses publik, serta meminta seluruh pihak menghormati proses hukum tanpa melakukan tindakan sepihak di lapangan.
Hingga kini, sisa material tembok yang dijebol masih terlihat di lokasi. Warga Mojolanggu menyatakan akan terus menjaga akses tersebut agar tidak kembali ditutup.
Sementara itu, pihak RW 12 Griya Shanta belum memberikan keterangan resmi terkait perobohan tembok di tengah status quo persidangan yang masih berlangsung.
Pembongkaran yang dilakukan tanpa dasar keputusan hukum sangat disayangkan oleh kuasa hukum warga Griya Shanta, Wiwid Tuhu P.
“Sebab, langkah tersebut bukan bagian dari pelaksanaan putusan pengadilan maupun tindakan resmi penegakan hukum oleh negara,” ujar Wiwid.
Produk hukum yang sebelumnya diterbitkan oleh DPUPRPKP bersama Satpol PP, hingga munculnya dugaan pemaksaan pembongkaran dari pihak di luar tembok Griya Shanta, dinilai tidak dibarengi dengan kehadiran jelas aparat negara yang menjalankan fungsi penegakan hukum.
Dalam konteks ini, publik didorong untuk tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Sengketa tembok Griya Shanta masih menunggu kepastian hukum melalui mekanisme peradilan.
“Prinsip supremasi hukum sebagaimana diamanatkan konstitusi menegaskan bahwa seluruh pihak, tanpa pengecualian, wajib tunduk dan mengikuti proses hukum yang berlaku,” tegasnya.
- Penulis: Toski
- Editor: PWI Malang Raya












Saat ini belum ada komentar