Audiensi dengan DPRD, Supir Angkot Tolak Trans Jatim di Kota Malang
- calendar_month Sen, 15 Sep 2025

Audiensi Supir Angkot dengan DRPD Kota Malang. (Agung Budi)
Peweimalang.com – Organisasi Angkutan Darat (Organda) bersama paguyuban sopir angkot melakukan audiensi bersama DPRD Kota Malang. Terkait rencana peluncuran Trans Jatim di Kota Malang, Senin (15/9/2025) di Ruang Rapat Internal DPRD Kota Malang.
Sekretaris Organda Kota Malang, Purwono Tjokro Darsono menyebutkan bahwa pendampingan ini agar tidak ada gejolak dilapangan. Selain itu, Purwono menegaskan audiensi ini sebagai langkah komunikasi.
“Intinya kami mendengar pendapat DPRD, kemudian hasil komunikasi akhir menyampaikan penolakan terhadap Trans jatim.
Purwono mengatakan bahwa saat ini tidak ada diskusi dan persiapan akan hal tersebut. Menurutnya, informasi yang beredar di media menyebutkan bahwa angkot akan digunakan sebagai feeder (penerima) Trans Jatim. Namun, pada kenyataannya supir angkot tidak pernah mendapatkan penjelasan resmi.
“Mereka seharusnya melakukan sosialisasi dengan baik bukan malah sepihak begitu saja kebijakannya, karena ini permasalahannya urusan perut,” tegasnya.
Purowono juga meminta agar pemerintah tidak terburu-buru dalam progran Trans Jatim ini tanpa kajian yang mendalam. Kajian lalu lintas dan sosial harus dilengkapi agar tidak menimbulkan permasalahan baru bagi pengemudi angkot yang sudah beroperasi lebih dulu.
“Bagaimana kemudian kita bisa menyakinkan bahwa dengan adanya Trans Jatim ini tidak menganggu pendapatan supir angkot. Intinya urusan perut saja,” ucap Purwono.
Purwono menegaskan bahwa komunikasi adalah hal penting dalam meluncurkan pembaharuan transportasi di Kota Malang. Jika tidak dikomunikasikan dengan baik, menurut Purwono akan melahirkan permasalahan yang baru.
“Kalau melihat peran Trans Jatim ini ngomongnya akan kerjasama dengan angkutan kota ternyata tidak ada komunikasi sama sekali, justru akan jadi masalah baru,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Paguyuban Angkot, Stefanus Hari Wahyudi menegaskan bahwa adanya Trans Jatim ini bisa dianggap menghancurkan rekan-rekan angkot yang masih berjalan.
“Kekhawatiran itu jelas, nantinya akan menghancurkan rekan-rekan angkot yang masih bertahan sampai hari ini,” tegas Stefanus.
Stefanus juga menegaskan bahwa pihak angkot belum pernah diajak secara resmi membahas mengenai proyek Trans Jatim ini. Namun, pihaknya hanya pernah melakukan diskusi biasa dengan Kepala Dishub.
“Kami dari semua jalur (trayek angkot) belum pernah duduk bersama secara resmi membahas Trans Jatim. Ujung-ujungnya di media ramai dan mau diluncurkan bulan 10,” ujarnya.
Meskipun program Trans Jatim ini akan mengintegrasikan para angkotan di Kota Malang, Stefanus mengungkapkan bahwa pihaknya dengan tegas menolak adanya Trans Jatim. Ia menambahkan banyak pembelaan dari Pemerintah yang tidak pernah direalisasikan.
“Pokoknya harga mati untuk saat ini tetap menolak. Argumen-argumen pembelaan yang selama di sering diwacanakan oleh Dishub Kota Malang, Kabupaten maupun Provinsi saya rasa sampai hari ini belum terealisasikan,” tandasnya.
Stefanus juga menegaskan bahwa audiensi ini hanya menyampaikan penolakan adanya Trans Jatim.
“Tidak ada, jadi rekan-rekan sepakat menolak semua, dari jalur yang ada di Kota Malang sepakat menolak,” tandasnya.
Menanggapi keluhan tersebut Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita menyebutkan bahwa program Pemprov Jatim belum sepenuhnya komprehensif. Menurutnya, para supir angkot ini memiliki kekhawatiran akan program Trans Jatim ini.
“Mereka adalah salah satu stakeholder penting yang ada di dalam dunia transportasi di Kota Malang ini belum terlibat. Mereka khawatir jika ada kebijakan yang disusun pada program itu tidak komprehensif,” Kata Amithya usai audiensi dengan supir angkot, Senin (15/9/2025).
Amithya menjelaskan bahwa aspirasi para supir angkot bersama petisi yang mereka ajukan telah diteruskan kepada DPRD Jawa Timur. Bahkan, materi diskusi juga sudah disampaikan ke Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Timur sebagai bahan pembahasan lebih lanjut program Trans Jatim ini.
“Ini sudah di forward kepada DPRD Provinsi dan akan menjadi bahan diskusi mereka. Saya juga memberikan ruang kepada Komisi C dan Komisi D. Tadi juga ada dua yang dibahas yaitu mengenai transportasi publik dari provinsi dan transportasi untuk anak sekolah,” jelasnya.
Meski ditargetkan akan dioperasikan di bulan Oktober atau paling lambat bulan November 2025. Amithya menilai program Trans Jatim mrnyimpan banyak catatan penting. Selain integrasi antara kota dan kabupaten.
Ia juga menilai kolaborasi dengan transportasi publik yang sudah ada di Kota Malang harus lebih diperjelas.
“Karena ini aglomerasi, maka Kota Malang tidak bisa berdiri sendiri. Harus ada landasan kuat dari provinsi, baru kemudian diterjemahkan sesuai dengan kondisi transportasi publik di Kota Malang,” tegasnya.
Terkait angkot di Kota Malang yang akan menjadi feeder (pengumpan) bagi Trans Jatim, Amithya menyebut cukup realistis. Mengingat kondisi jalan di Kota Malang relatif sempit, peran feeder dianggap penting untuk menghubungkan wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh bus.
“Feeder ini pasti dibutuhkan, tapi seperti apa prosentase penggunaan si feeder ini kemudian di dalam satu rangkaian transportasi ini kan yang kita belum tahu,” imbuhnya.
Amithya juga menyoroti penggunaan angkot sebagai feeder untuk area kampus. Ia menilai bahwa hal ini lebih efektif mengingat jumlah mahasiswa di Kota Malang mencapai 700 ribu.
“Bayangkan jika setiap mahasiswa membawa kendaraannya masing-masing, pasti kemacetan lebih parah. Kalau angkot bisa difungsikan dengan skema feeder, tentu ini akan membantu menyumbang pengurangan macet di Kota Malang,” tutup Amithya.
- Penulis: Agung Budi
- Editor: PWI Malang Raya
Saat ini belum ada komentar